Lanjutan dari cerita Kakek Edgar dan Surat Balasan part 1
Kakek berdeham
sekali. Untuk menyadarkan lamunanku seusai membaca surat balasan ‘Ain. Dalam
surat itu tidak tertulis tentang banyak hal, hanya saja sebuah berita buruk dan
bahkan sangat buruk.
Kepada Kamu;
Aku tak pernah
berniat membalas surat kamu –perempuan aneh. Aku tak pernah sekalipun
merindukan kamu –perempuan penakut. Aku hanya
ingin menyuruhmu kembali. Nenek telah meninggalkan aku tiga hari yang lalu. Tepat
saat pertama kalinya kau mengirimi aku surat.
Salam duka,
‘Ain.
Aku menatap wajah
kakek dalam. Pada rautnya seakan terdapat suatu hal sangat penting yang perlu ia
ceritakan malam ini juga.
“Bahkan ini sudah
sangat lama. Tiba-tiba saja aku sangat merindukannya..” ucap kakek lirih.
“Kakek sangat merindukan
‘Ain?” tanyaku.
“Sudah lama kakek
merahasiakan rindu ini, bahkan kepada seseorang yang kakek sangat rindukan.. ” kata
kakek lagi.
Aku tak lagi banyak bertanya kepada kakek. Sepertinya kakek menyuruhku memberinya ruang agar dapat leluasa bercerita .
Aku tak lagi banyak bertanya kepada kakek. Sepertinya kakek menyuruhku memberinya ruang agar dapat leluasa bercerita .
“Kami berteman
sejak masih belum mengenal apa-apa. Sepertinya kami memang ditakdirkan Tuhan untuk
tetap menjadi teman sampai kapanpun. Bahkan ketika kakek mulai mengerti perihal
rasa. Kakek mengira kakek pantas memiliki perempuan itu lebih dari hanya
sekedar teman.. ” lanjut kakek sembari melepas kacamatanya. Kakek menghela
nafas panjang, kemudian melanjutkan bercerita.
“Tapi kakek tak
pernah mengatakannya. Kakek terlalu takut. Takut jikalau hubungan kami akan
menjadi sangat buruk. Sampai pada saatnya perempuan itu jatuh cinta pada orang
lain dan menikah.. ” kakek terdiam lalu memejamkan matanya. Aku tahu, kakek
sedang menahan tetesan airmatanya. Terkadang memang benar kata sebagian orang,
lelaki menangis bukan karena lemah tapi itu adalah usaha terakhir dari
perjuangan cintanya.
“Sudah sangat
lama kakek membunuh rindu ini. Tapi rasanya tidak bisa. Hingga saat ini kakek
mendengar kabar bahwa perempuan itu telah pergi, bahkan kakek belum sempat
sekalipun mengatakan bahwa kakek sangat merindukannya.” Kali ini kakek
benar-benar tak dapat lagi menahan airmatanya.
“Kakek mencintai
nenek ‘Ain?” tanyaku gemetar.
“Iyaa sayang..
aku sangat mencintainya sampai saat ini. Aku tak bisa melupakannya, itu yang
membuatku tak menikah dan mengadopsimu.”
Deg. Aku terdiam
dan menunduk. Tidak terasa airmataku mengalir melewati pipi. Tidak. Aku tidak
bersedih mendengar bahwa Kakek Edgar bukan kakek kandungku. Sampai kapanpun
kakek Edgar adalah kakek teristimewaku. Ini bukan airmata tanda sedih, ini
airmata tanda bahagia. Aku bahagia karena kakek begitu setia menjaga
perasaannya pada nenek ‘Ain.
Aku mendekati
Kakek Edgar dan memeluknya.
“Kakek, apakah
besok kita akan mengunjungi nenek ‘Ain untuk yang terakhir kalinya?” kakek tak
menjawab, hanya memelukku erat. Sangat erat.
0 komentar:
Posting Komentar