Minggu, 12 Juli 2015

Kakek Edgar dan Surat Balasan part 2

Lanjutan dari cerita Kakek Edgar dan Surat Balasan part 1

Kakek berdeham sekali. Untuk menyadarkan lamunanku seusai membaca surat balasan ‘Ain. Dalam surat itu tidak tertulis tentang banyak hal, hanya saja sebuah berita buruk dan bahkan sangat buruk.

Kepada Kamu;
Aku tak pernah berniat membalas surat kamu –perempuan aneh. Aku tak pernah sekalipun merindukan kamu –perempuan penakut.  Aku hanya ingin menyuruhmu kembali. Nenek telah meninggalkan aku tiga hari yang lalu. Tepat saat pertama kalinya kau mengirimi aku surat.
Salam duka,
‘Ain.

Aku menatap wajah kakek dalam. Pada rautnya seakan terdapat suatu hal sangat penting yang perlu ia ceritakan malam ini juga.
“Bahkan ini sudah sangat lama. Tiba-tiba saja aku sangat merindukannya..” ucap kakek lirih.
“Kakek sangat merindukan ‘Ain?” tanyaku.
“Sudah lama kakek merahasiakan rindu ini, bahkan kepada seseorang yang kakek sangat rindukan.. ” kata kakek lagi.
Aku tak lagi banyak bertanya kepada kakek. Sepertinya kakek menyuruhku memberinya ruang agar dapat leluasa bercerita .
“Kami berteman sejak masih belum mengenal apa-apa. Sepertinya kami memang ditakdirkan Tuhan untuk tetap menjadi teman sampai kapanpun. Bahkan ketika kakek mulai mengerti perihal rasa. Kakek mengira kakek pantas memiliki perempuan itu lebih dari hanya sekedar teman.. ” lanjut kakek sembari melepas kacamatanya. Kakek menghela nafas panjang, kemudian melanjutkan bercerita.
“Tapi kakek tak pernah mengatakannya. Kakek terlalu takut. Takut jikalau hubungan kami akan menjadi sangat buruk. Sampai pada saatnya perempuan itu jatuh cinta pada orang lain dan menikah.. ” kakek terdiam lalu memejamkan matanya. Aku tahu, kakek sedang menahan tetesan airmatanya. Terkadang memang benar kata sebagian orang, lelaki menangis bukan karena lemah tapi itu adalah usaha terakhir dari perjuangan cintanya.
“Sudah sangat lama kakek membunuh rindu ini. Tapi rasanya tidak bisa. Hingga saat ini kakek mendengar kabar bahwa perempuan itu telah pergi, bahkan kakek belum sempat sekalipun mengatakan bahwa kakek sangat merindukannya.” Kali ini kakek benar-benar tak dapat lagi menahan airmatanya.
“Kakek mencintai nenek ‘Ain?” tanyaku gemetar.
“Iyaa sayang.. aku sangat mencintainya sampai saat ini. Aku tak bisa melupakannya, itu yang membuatku tak menikah dan mengadopsimu.”
Deg. Aku terdiam dan menunduk. Tidak terasa airmataku mengalir melewati pipi. Tidak. Aku tidak bersedih mendengar bahwa Kakek Edgar bukan kakek kandungku. Sampai kapanpun kakek Edgar adalah kakek teristimewaku. Ini bukan airmata tanda sedih, ini airmata tanda bahagia. Aku bahagia karena kakek begitu setia menjaga perasaannya pada nenek ‘Ain.
Aku mendekati Kakek Edgar dan memeluknya.
“Kakek, apakah besok kita akan mengunjungi nenek ‘Ain untuk yang terakhir kalinya?” kakek tak menjawab, hanya memelukku erat. Sangat erat.


0 komentar:

Posting Komentar

 
nilnafaricha Blogger Template by Ipietoon Blogger Template